Kamis, 27 Oktober 2016

EXTINCTER EXTRA-EDITION

 Prologue.
"Hey kau anak negri!" panggil seorang anak yang bertampang liar, baju seragamnya tidak dimasukan, celananya dipasangi rantai dan rambutnya di cat warna kuning."Hey kau tuli ya?" Meskipun tahu kalau dialah yang dipanggil, dia tetap berjalan, bukan karena takut tapi dia mempunyai maksud tertentu."Tidak ada yang ada mengabaikanku disini." Teriak anak yang bertampang liar itu, sekarang anak itu dan teman - temanya sudah mengelilinginya. "Ada saja, Aku orangnya." ujarnya tenang. "Kau ini memang mencari masalah ya?" ucap anak bertampang liar itu sambil mengayunkan tongkat pemukul. Hanya dengan gerakan kecil dia menghindari ayunan tongkat itu dan melanjutkan berjalan.
"KAU!!!" "Aku?" tanyanya sambil menaikan sebelah alis. "Hiaaat!!!!" "BRAKKKK" dia menangkis pukulan tongkat itu dengan tangan kosong bahkan sampai tongkat itu hancur. "Hanya itu kemampuan kalian? Kalian mencari masalah dengan orang yang salah." Sekarang dia mulai membalas serangan musuhnya. Setiap penyerangnya pasti tumbang dengan sekali pukul dan mereka tidak bisa bangun lagi bahkan sebagian besar pingsan. "Kalian payah! Kupikir pekerjaan kalian anak - anak swasta hanya berkelahi, tapi melawan satu anak negri saja kalian kalah." Sekarang dia mendekati salah satu dari mereka dan mencengkeram kerah bajunya. "Baca nametagku dan ingat namaku baik - baik. Kalau kalian berani bawa semua pasukan kalian dan cari aku!" Dia mencampakan anak itu dan melanjutkan berjalan. Dan dia hanya tersenyum kecil. "Tes kalian akan segera dimulai."
End Prologue

"BUAKHHH. KALIAN INI MINTA KUHAJAR YA?" Teriak seseorang yang memiliki tubuh tinggi. Dia sedang mengejar dua orang yang baru saja mengerjainya, yang satu berbadan gemuk dan satu lagi perawakanya kurus. "BUAHAHAHAHAHA!!!" Dua anak yang dikejarnya hanya tertawa. Mereka baru saja mengerjai anak itu. Anak yang kurus menyemprotkan minuman ke wajah anak itu dan anak yang gemuk memukul belakang kepalanya dengan gulungan buku sehingga yang dikerjai kebingungan. "Dasar anak - anak idiot. Kau lagi ketua kelas malah bertingkah begini." omel seorang anak perempuan kesal melihat kelakuan teman sekelasnya. Melihat temanya sedang dimarahi, anak yang bertubuh kurus malah pergi meninggalkanya."Hoi Ar! Mau kemana kau?" teriak anak bertubuh gemuk itu." "Kau tidak mendengar yang kukatakan?" bentak anak perempuan yang sedang memarahinya. "Eeh eeh de dengar kok." "Kalau begitu ulangi!" Dia membuka mulutnya lalu dia melihat ke arah pintu dan berkata. "Eh ada bu guru." Anak perempuan itu yang posisinya membelakangi pintu segera berbalik. Saat itulah dia segera berlari. "DHANES........!!!" "HUAHAHHAHAH....!!!." Sebenarnya dia menjadi jahil seperti itu karena teman sebangkunya yakni Ari. Dia adalah anak yang cukup aneh, dia seperti memiliki kepribadian ganda. Terkadang sifatnya bisa jadi sangat dingin, terkadang juga dia bisa jadi sangat nakal bahkan bisa dibilang jahat.
Dulu saat akan diadakan ujian praktek seni budaya, Ari mengumpulkan anak - anak untuk ikut kelompok drama miliknya. Dan saat itulah anak - anak yang ikut tahu kalau ada anak besar yang mudah dikerjai. Dhanes dan Ari yang paling parah. Meski begitu mereka bukanlah anak paling jahil dan paling nakal di sekolah, tetapi sahabat mereka Rio. Sebenarnya mereka adalah anak yang baik bahkan mereka adalah salah satu dari anak - anak terpintar disekolah. Hanya saja mereka sering sekali melakukan kenakalan dan kejahilan, maka mereka dicap seperti itu. Walau begitu mereka tidak pernah melanggar peraturan kecuali 'dilarang melakukan pembulian.' Dan saat mereka sedang sedang kumat hanya satu orang yang bisa menghentikan mereka, yakni Daffa, sahabat mereka sendiri. Dia adalah sahabat Ari sejak kecil. Dia adalah anak yang memiliki sifat sangat dingin. Bahkan disekolah dia dipanggil Si Raja Es. Saat dia yang memperingatkan mereka, mereka akan berpura - pura patuh. Buka karena takut, tetapi mereka menghargainya karena mereka berlima bersahabat. Mereka bersahabat dikarenakan sebuah insiden saat mereaka kelas dua.
Flash back
Saat itu mereka baru saja menyelesaikan ulangan kenaikan kelas."Huaaah!!! Bagaimana tadi?" Tanya Dhanes " Entahlah aku mengarang jawaban setengahnya." Jawab Ari dengan cuek. "Yang benar saja?" ucap Dhanes tidak percaya. "Memangnya kenapa? Aku tidak tahu jawabanya, daripada mencontek. lebih baik kukarang saja..." jawabnya sambil mengangkat bahu.
Tiba - tiba tukang kebun datang berlari dan melaporkan sesuatu kepada salah satu guru."Hey ada apa ya?" Dhanes bertanya penasaran."Mungkin tukang kebun menemukan emas batangan." jawab Ari sekenanya. "Berhentilah bercanda! Dia terlihat panik. Ayo cari tahu!" Ajaknya. "Ada apa?" tanya Dhanes pada salah satu anak yang baru saja diusir karena menguping pembicaraan mereka. "Katanya anak - anak dari sekolah swasta sedang datang kemari dan mereka tidak terlihat bersahabat." ujar anak itu "Serius?" Tanya Dhanes kurang yakin. "Entahlah." "Yang benar saja? Cepat kau cari tahu, ini masalah gawat!" perintahnya. "Baiklah." anak itu segera berlari keluar sekolah. Tak lama kemudian anak itu kembali. "HAH..HAH...HAHH.    Mereka membawa senjata dan mereka sedang menuju kemari." "Bagaimana ini?" "Tenanglah kami sudah memanggil polisi." Ujar guru yang melihat kegelisahan mereka."Sebaiknya kalian kembali ke kelas masing - masing!" perintahnya. Merekapun kembali ke kelas. Tetapi di jalan Ari dan Dhanes berdiskusi mengenai masalah mereka. "Kurasa mereka kesini karena para siswi disini. Dan asal kau tahu saja, para polisi pasti terlambat." ujar Ari. "Lalu apa yang harus kita lakukan?" Tanya Dhanes "Harus ada yang mengulur waktu. Hey kau mau kemana?" Ari berpura - pura tidak tahu walaupun itu yang dia rencanakan. "Aku akan kesana." Dhanes segera berlari kearah gerbang sekolah. Ternyata benar sekolah mereka diserang. Dia segera memutar otak untuk mengulur - ulur waktu. "Cuacanya mendung yah?" 'Ya ampun, aku bicara soal cuaca.' gerutunya dalam hati. "Mau apa kau?" tanya salah satu anak. "Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Kalian mau kemana dan mau apa?" tanya Dhanes lambat-lambat. Dia sunguh berharap polisi datang. "Kau anak negri?" "Ya." "Siapa namamu?" "Dhanes. Bagamana dengan kalian?" dia mulai menanyai mereka satu-persatu sampai salah satu dari mereka membentaknya. "Hentikan pertanyaan-pertanyaan bodohmu!" "Baiklah akan kutanya dengan pertanyaan pintar. Sebuah rangkaian listrik dengan tegangan 120 Volt, kuat arusnya 5 Ampere maka berapa besar hambatan dalam..." "Kau menantang kami?" "Eh maaf, aku habis ulangan jadi terngiang-ngiang di kepalaku. Jadi ada apa kalian datang kemari?" "Oke Danez, kami mau menyerang sekolahmu." "Apa salah kami sampai kalian menyerang kami." "Karena cewek di sekolahmu cantik - cantik." 'Ternyata benar mereka mengincar para siswi.' ujarnya dalam hati. "Apa hanya karena hal itu kalian menyerang kami? Bukankah di sekolah kalian juga banyak perempuan bukan?" "Tentu saja ada. Tetapi kami punya alasan lain." "Lalu apa alasan kalian sebenarnya?" "Sudahlah jangan berpura - pura tidak tahu!" "Aku memang tidak tahu." "DIAMLAH! SERANG DIA!!!!" teriak pemimpin mereka. mereka secara serempak maju ke arah Dhanes. Saat penyerang terdepan hampir mencapai Dhanes, mereka berhenti. Mereka melihat lawan mereka sudah membentuk pasukan. Melihat penyerangnya terdiam, Dhanes segera membalikan badan untuk melihat apa yang membuat mereka berhenti. Betapa terkejutnya ia melihat teman - temanya, sebagian anak laki - laki sudah berada di belakangnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanyanya. "Bukankah sudah kubilang harus ada yang mengulur waktu?  Yang kumaksud bukan untuk para polisi tapi untuku." Jawab Ari menjelaskan yang sebenarnya."Bagaimana?"
FLASH BACK
"Aku akan kesana." Setelah Dhanes pergi Ari tidak kembali ke kelas, tetapi dia mencari sahabatnya Daffa. Karena sudah hafal dengan tempatnya biasa berada, maka ia dapat menemukanya dengan cepat. Ternyata disana ada dua anak lain mereka Rio dan Annas anak trerjahil dan ternakal seantero sekolah. Kemudian dia mendapat ide. "Hey kalian bertiga! Cepat ikut aku." "Huh?" "Kemana?" tanya Annas. "Kau terlihat panik. Ada apa?" Daffa masih bisa melihat kepanikan di wajah Ari walaupun dia sudah membuat wajahnya setenang mungkin, dia sangat mengenalnya karena mereka mereka bersahabat sejak kecil. "Aku terlihat panik karena waktu kita tidak banyak. Akan kujelaskan sambil jalan. Ayo ikut aku!" Mereka segera pergi ke ruang pengumuman. Disana mereka segera menyalakan pengeras suara di setiap ruangan di sekolahnya supaya semuanya dapat mendengar. "Seluruh siswa dimohon berkumpul di lapangan upacara sekarang juga! Sekali lagi seluruh siswa dimohon berkumpul di lapangan upacara sekarang juga!" sementara Daffa  memberikan pengumuman Ari membagi tugas pada mereka. "Kau! Siapa namamu?" "Annas " "kau siapkan jalur evakuasi yang aman untuk para siswi. Daffa ini kunci ruang OSIS ambil pengeras suara disana. Tunggu aku dilapangan." "Rio!" dia sudah mengenalnya karena mereka sama - sama pengurus OSIS. "Tugasmu menghalangi para guru sampai kami memulai evakuasi karena pasti banyak guru yang tidak suka dengan ideku." "Memangnya kenapa?" tanya Rio "Lalu apa yang akan kalian lakukan?" tanya Annas. "Kami akan mengumpulkan anak laki - laki dan mempersiapkan pasukan pertahanan. Itulah mengapa kurasa banyak guru yang tidak akan suka." ujarnya sambil menyeringai. Mereka segera. mejalankan tugas masing - masing. Ari segera menyusul Daffa ke lapangan. Sementara Annas mempelajari jalur samping sekolah karena mereka akan memancing anak - anak swasta untuk bertarung di lapangan sepak bola di belakang sekolah. Lalu dia menggambar jalur evakuasi tersebut. Dan Rio, dia beruntung karena pengumuman tadi semua guru menuju ke arah ruang pengumuman. Dia segera keluar dan mengunci ruang pengumuman. Maksudnya supaya para guru mencoba membuka ruang itu padahal kosong. "Siapa yang ada didalam?" Tanya salah satu guru bertampang galak. "Aku baru saja mencoba menanyai mereka." ujar Rio. "Hey kalian yang didalam buka pintunya." teriak salah satu guru sambil menggedor pintu tersebut. "Apa sih yang kalian pikirkan?" Tanya salah satu guru heran dengan kelakuan anak muridnya. Rio segera menutup mulutnya sambil berteriak. "Tidak mau, aku sedang ganti baju." sehingga suaranya seakan - akan berasal dari dalam. Para guru tidak menyadarinya karena mereka sedang berkonsenterasi pada pintu. Saat para guru menatapnya Rio hanya bersiul dan mengangkat bahu.
Di waktu bersamaan Daffa dan Ari segera naik ke atas mimbar yang biasa digunakan pembina upacara. Daffa yang berbicara sementara Ari hanya membisikan kata - kata yang harus diucapkanya. "Teman - teman, sekolah kita saat ini sedang diserang oleh sekolah lain. Sementara kita berkumpul disini salah satu teman kita yang bernama Dhanes sedang berusaha menahan mereka. Aku tidak tahu berapa lama dia dapat bertahan, karena itu kita harus bergerak cepat." Tiba - tiba Annas datang dengan berlari. "Bagaimana?" tanya Ari. "Beres." dia segera merebut mic yang sedang dipakai oleh Daffa. "Siswi yang bernama Dinda tolong segera mendekat ke mimbar!" dia lalu mengembalikan mic yang dia pakai ke Daffa lalu dia mejelaskan jalur evakuasi pada temanya yang bernama Dinda karena dia harus ikut dengan anak laki - laki yang lain. "Karena itu para siswi segera keluar dari sekolah, kami harus mengamankan kalian terlebih dahulu. Bagaimana?" tanya Daffa pada Annas. Annas hanya mengacungkam ibu jari. "Kalian segera ambil dan bereskan barang - barang kalian dan ikuti Dinda! Dia akan membawa kalian keluar dari sekolah dengan selamat. Lalu untuk para anak laki - laki, hanya kita yang menjadi harapan sekolah ini. Untuk yang mampu dan berani saja, ikutlah bersama kami! Kita pertahankan sekolah kita yang tercinta ini! Kita lawan musuh yang menyerang! SIAPA YANG AKAN IKUT DENGANKU?" Pertanyaanya dibalas teriakan bersemangat anak laki - laki. "Kalau begitu lepaskan semua atribut yang membawa nama sekolah kita. Lepaskan baju, kaus kaki dan sabuk kalian. Jangan sampai nama baik sekolah kita tercoreng karena kejadian ini." Ucap Ari.
Sementara itu para guru sudah berhasil mendobrak ruang pengumuman. Tetapi mereka mendapati ruangan itu kosong. Mereka menatap Rio. Sementara yang ditatap hanya tersenyum memamerkan gignya. Mereka semua terheran - heran. Lalu Rio berpura - pura tersipu malu dan berkata "Ke...kenapa kalian menatapku seperti itu. Aku kan jadi malu." ucapnya sambil memalingkan muka. Saat itu para guru tahu kalau mereka dikerjai oleh muridnya yang satu ini. Mendengar suara Daffa yang menggunakan pengeras dan teriakan anak laki - laki dari lapangan upacara, mereka segera berlari kesana. "Yaaaaaa......!!!!!" Rio ikut - ikutan berteriak seperti para anak laki - laki lainya dilapangan. Teriakanya mengagetkan para guru, tetapi mereka kembali berlari ke arah lapangan. "Hey kalian semua tunggu!" Rio segera berlari menyusul para guru. Dia segera menghadang para guru. "Kalian tahu aku bisa break dance loh." Dia segera menari dengan gerakan akrobatik sehingga para guru tidak bisa melewatinya karena jika mereka maju pasti terkena tendangnya. Kemudian tiga guru laki - laki menyerang (menangkap kakinya). Tetapi salah satu guru terkena tendanganya. Rio segera memanfaatkan kesempatan itu. Dia segera bersujud - sujud meminta maaf sehingga para guru kesulitan melewatinya. Tetapi para guru berhasil melewatinya dan mereka sampai di tepi lapangan. Rio kembali menghadang para guru. "Hey lihat aku bisa sulap." Dia mengangkat kedua tanganya lalu menekuk kedua ibu jarinya, menutup ruas ibu jari kirinya dengan telunjuk kirinya lalu menempelkanya ke ruas ibu jari kananya lalu dia menariknya tangan kirinya sehingga seakan - akan ibu jari kananya terlepas. "Lihat jempolku lepas." Para guru hanya menatapnya sebentar lalu mereka kembali berlari. Mereka mulai berteriak kearah anak - anak yang ada di mimbar yakni Ari, Annas dan Daffa. Lalu Rio kembali menghadang. "Sekarang untuk aksi kedua." Dia mengangkat tanganya tinggi - tinggi, lalu dia mengacungkan dua telunjuknya ke atas. Tiba - tiba dia membenturkan kedua tanganya lalu pada saat yang bersamaan dengan sangat cepat dia menekuk jari telunjuk kirinya dan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah kananya. "Lihat! Bisa berpindah kan?" Para guru hanya bisa tercengang. Entah mimpi apa mereka bisa sampai bertemu dengan murid seperti dia. Sementara itu yang di atas mimbar hanya bisa tertawa melihat tingkahnya. "Kau tidak salah pilih orang untuk tugas itu." ucap Daffa. "HAHAHAHAAHAA.....kenapa kau tidak menyuruhku juga?" Annas bertanya kesal disela - sela tawanya. Ari segera melambaikan tanganya pada Rio, pertanda bahwa tugasnya sudah selesai. Para guru mulai mendekat. "Apa - apaan ini?" "Kalian semua hentikan kegilaan ini!" perintah salah satu guru. "Bukankah sudah kubilang kami sudah memanggil polisi." "Maaf tetapi kalian terlalu menganggap remeh masalah ini." Ucap Ari sesopan mungkin."Sudah sepuluh menit sejak anda berkata seperti itu tetapi mereka tak kunjung datang." ujar Daffa dengan nada yang sangat dingin, sehingga para guru menjadi merinding. "Aku tahu kalian melakukan ini hanya supaya kalian dapat membolos pelajaran bukan?" Mendengar tuduhan itu Ari menjadi sangat marah. "Beritahu aku. Apakah diantara kalian ada yang tahu kalau salah satu siswa kalian ada yang sedang menahan mereka mati - matian? Apakah diantara kalian ada yang tahu seberapa berbahayanya anak - anak liar itu saat membawa senjata? Dan apakah diantara kalian ada yang tahu apa yang mereka incar? Mereka mengincar para siswi. Kami melakukan hal yang seharusnya kalian lakukan." ujarnya. Kata - katanyakatanya dingin melebihi Daffa. "Ar, semua sudah siap." ucap Daffa. "Ayo!" "Semua ikut aku!" teriak Annas. "Kalian mau pergi kemana?" tanya salah satu guru. "Kami bukan pengecut yang akan lari. Kami akan melayani tantangan mereka sebagai lelaki." ujar Rio dengan nada riang. "Jika kalian ingin membantu, tolong kami supaya kami tidak ditangkap." ujar Ari dengan nada dingin, mereka sangat berkebalikan.
End of FLASHBACK
"Kami sudah mengurus semuanya. Kita bisa. melayani mereka dengan tenang." Ucap Rio. "Kenapa kau tidak bilang kalau aku harus mengulur waktu untukmu?" tanyanya pada Ari. "Karena kau tidak akan setuju. Aku mengenalmu, kau cinta damai." Jelasnya. "Tidak dalam situasi seperti ini. Tetapi kalian melakukanya hanya dalam waktu 15 menit?" Tanya Dhanes heran. "Tiga belas menit tepatnya." ujar Rio "Seharusnya kami yang menanyakan hal itu padamu. Kau orang pemberani yang hebat." ucap Daffa. "Jadi kalau kau mau ikut, lepaskan identitasmu!" ujar Annas.
Tiba - tiba salah satu dari anak swasta maju dan menunjuk Annas. "Dia menghajar beberapa orang kami. Dan dia menatang kami untuk berperang dengan kalian. Kami sama sekali tidak menyangka kalau kalian tidak tahu - menahu soal hal ini. Jadi untuk menghindari peperangan bagaimana kalau kalian menyerahkanya dan membiarkan kami menghabisinya?" "Apa maksud..." Kata - kata Annas terhenti karena Dhanes mengangkat tangan, isyarat untuk menghentikan bantahanya. "Jangan mengada - ada! Kalian mau mengambing hitamkan teman kami, apakah kalian takut setelah melihat kami bersatu hah?" "Sudah hentikan basa - basi kalian semua! Mereka sudah menghina kita." Teriak pemimpin mereka, sejak tadi dia tidak terlihat, hanya terdengar suaranya saja. "Kita bisa urus anak itu nanti. Sekarang, SERAAAAAAAAAAAANG.........!!!!!!!!" Mendengar sang pemimpin, mereka segera menyerang. Sementara para anak negri maju dengan berjalan santai. "Sedang apa kau disini, perempuan seharusnya ikut rombongan evakuasi!" Teriak Ari pada anak besar disebelahnya. "Seharusnya dalam situasi seperti ini kita harus mempererat pertemanan kita." Ujar anak besar itu. "Hanya bercanda. Lagi pula bercanda itu mempererat pertemanan." "Terserah kau saja." ujar anak itu bosan mendengar alasan anak yang selalu menjahilinya. "Ini pasti menyenangkan. Heaaaaa....!!!" Teriak Rio. Peperanganpun antar sekolah itu dimulai. Tetapi pertempuran itu tidak seimbang karena anak negri kalah jumlah dan anak swasta banyak yang membawa tongkat pemukul. Orang - orang yang melihat tidak ada yang berani memisahkan mereka. "Dhanes! Kita harus memancing mereka ke lapangan belakang sekolah!" teriak Daffa tanpa berhenti memukul lawan - lawanya. "Ya!" Balasnya sambil membanting anak yang tadi diangkatnya. "Semuanya Mundur!" mereka tetap bertarung sambil sesekali mundur. Sampai akhirnya mereka sampai di lapangan belakang sekolah. Disana sebagian anak laki - laki yang tersisa menunggu untuk serangan kejutan. Meski begitu mereka tetap kalah jumlah. Sambil bertarung Dhanes memperhatikan keadaan. Dia memperhatikan kondisi kawan, lawan dan mencari tempat pemimpin lawan. Ternyata para pemimpin lawan hanya duduk - duduk di kursi plastik yang mereka bawa untuk senjata sambil memperhatikan pertempuran. Kemudian dia mencari kawan - kawanya yang kuat. Dia berencana untuk menggempur para pemimpin lawan untuk menghentikan pertempuran secepat mungkin. Dia melihat ketua ekstrakulikuler Pencak silat. Setiap anak yang terkena pukulanya tidak bisa bangun lagi. "Hey Andi mendekatlah! Jangan bertarung terlalu jauh denganku!" Lalu wakil ketua Taek Kwon Do, tendanganya mematahkan gigi - gigi lawan. "Kau kemari! Jangan bertarung terlalu jauh dariku!" Lalu melihat ketua Karate, pukulanya membuat pingsan lawanya. "Kau juga cepat kesini! Yang mengikuti ekstrakulikuler bela diri cepat mendekat kemari!". Sebagian dari mereka sudah tumbang. Saat hampir menjalankan rencananya, para ketua itu tumbang karena banyaknya lawan yang menyerang mereka. Sepertinya pihak lawan mengetahui rencananya. Tetapi dia melihat Rio. Dia meletakan kedua kakinya di leher lawan, lalu memutar tubuhnya sehingga leher lawan ikut berputar. Dhanes ikut meringis melihatnya. Ternyata kemampuan menarinya bisa berguna disaat - saat seperti ini. Lalu Annas, dia menggunakan lawanya sebagai tangga untuk melompat lalu dia mendarat dengan lutut tepat di perut lawan lainya. Lalu Daffa, dia mencekik dan mengangkat lawanya sampai terdengar bunyi berderak, kemudian dia memukulnya sekeras mungkin sehingga terpental dan menabrak temanya, kekuatanya luar biasa. Dan Ari, dia diam saja saat ada lawan yang berlari kearahnya sambil melayanngkan pukulan. Tetapi tiba - tiba dia menangkap dan menarik tangan lawanya dan menekuk lututnya sehingga membentur perut lawanya. Lalu dia berlutut dibelakang lawanya yang juga sedang berlutut sambil memegangi perutnya. Lalu dia memegang dagu dan puncak kepala lawanya lalu memutarnya. Saat dia bangun dari posisi berlutut, dibelakangnya sudah ada lawan yang siap memukulnya. Saat dia berbalik, dengan sangat cepat dia menarik rambut bagian belakang lawanya dan mengangkat dagunya sekeras mungkin. Tanpa sadar Dhanes memegang lehernya. Melihat perhatianya sedang teralihkan, lawanya segera menaiki punggungnya. Tetapi dia segera membanting orang yang naik di punggungnya. Tetapi baru saja membanting lawanya sudah ada yang naik di punggungnya lagi. "AKU BUKAN KUDA!!!" teriaknya sambil merebahkan tubuh kebelakang dengan sekuat tenaga. 'Mungkin dia gepeng' pikirnya, mengingat dia cukup gemuk. Dia lalu kembali memperhatikan kembali ketiga temanya (dia tidak tahan melihat cara bertarung Ari) sambil terus memukul. Annas sedang menabrak - nabrakan lawanya. Rio naik ke atas tubuh lawanya sambil terus memukul. Daffa masih terus memukul dan setiap wajah yang dipukulnya menyemburkan darah. "Ari, Rio, Daffa, Annas, kalian mendekatlah!" Teriaknya. Setelah mereka mendekat, dia menyuruh anak - anak bela diri untuk membuka jalan "Kalian bukakan jalan untuk kami berlima mendekati pemimpin mereka disana!" Kemudian dia memberitahukan rencananya pada teman - temanya. "Kalian lihat orang - yang hanya duduk - duduk? Merekalah para pemimpin. Kita harus menghentikan mereka. Aku sudah menyuruh anak - anak bela diri untuk membuka jalan untuk kita. Ayo!" "Aku cukup tahu tentang mereka." ucap Annas. "Dari mana kau tahu tentang mereka?" tanya Rio. "Temanku ada yang bersekolah di sana." "Kalau begitu beritahu kami! Semakin banyak kita mengetahui kondisi musuh, semakin mudah mengalahkan mereka." Perintah Dhanes. Tiba - tiba dia melihat Ari, bukan Ari yang didepanya tetapi yang ikut bertarung diantara teman - temanya yang lain, Ari ada dua. Saat ini dia sedang memegang kaki lawanya dan menggunakan lawanya itu sebagai senjata pemukul, kejam sekali. Dhanes tersadar dari keterkejutanya dan memanggilnya. "Hoi kau!" Anak yang mirip Ari itu menatapnya. Lalu tiba - tiba ada musuh yang menghalangi pandanganya. Dan anak itu sudah pergi. "Kalian melihatnya? Ada anak yang mirip denganmu dan dia sangat kuat." Katanya sambil menunjuk Ari. Yang lain kebingungan sementara Ari ekspresinya keras. "Sudahlah mungkin aku salah lihat. Ayo maju!" Sambil maju, Annas menceritakan tentang pemimpin musuh.
"Mereka adalah para ketua kelas masing - masing kecuali pemimpin mereka. Di awal tahun ajaran baru, mereka akan menentukan siapa yang akan menjadi ketua kelas. Caranya anak laki - laki calon ketua kelas akan berkelahi, yang terkuatlah yang akan menjadi ketua kelas. Tetapi jika ketua kelas dikalahkan oleh anak yang satu kelas denganya, maka anak yang mengalahkanya akan menggantikanya. Akan kumulai dengan ketua kelas 7A. Namanya Kiki, dia anak yang memakan permen. Kudengar dia adalah anak orang kaya dan manja. Jika keinginanya tidak dipenuhi, dia akan mengamuk dan menghajar pembantu -pembantunya, itulah yang membuatnya kuat. Saat pemilihan dia berhasil mengalahkan lawan - lawanya. Lalu dari 7B, namanya Edgar. Dia anak yang memakai headset. Dulunya dia bukan ketua kelas. Saat semester dua, ketua kelasnya terdahulu tidak sengaja merusakan pemutar musiknya. Lalu dia menghajar ketua kelas itu sampai babak belur. Jadi dia dipilih menjadi ketua kelas. Tetapi sikapnya sangat acuh. Jadi yang mengurus kelasnya adalah wakilnya yakni ketua kelas terdahulu. Tetapi dia tetap menjadi ketua kelas. Saranku, jangan merusak mp3 playernya. Lalu kelas 7C, namanya Boni. Dia anak yang gemuk, dia tidak bisa merasakan pukulan yang dilayangkan padanya. Kudengar hanya dua orang di sekolahnya yang mampu membuatnya merasakan pukulan, yaitu pemimpin tertinggi mereka dan ketua kelas 8A. Dan sekarang ketua kelas 8A, anak - anak disana memanggilnya The mysterio. Dia anak yang memakai kerudung kepala. Tidak ada yang tahu siapa dia dan dari mana asalnya, nama aslinyapun tidak ada yang tahu. Diapun muncul jika ada ulangan saja. Kudengar pemimpin tertinggi merekapun tidak bisa mengalahkanya, hanya saja dia tidak memiliki ambisi untuk menguasai sekolah. Meski begitu kurasa dia berbahaya. Kelas 8B, namanya Momo. Dia anak yang sedang tidur. Meski terlihat pemalas dan tidak berbahaya, sebenarnya dia sangatlah kuat. Dulunya dia juga bukan ketua kelas. Dia menghajar ketua kelasnya terdahulu hanya karena ketua kelas itu menggangu tidurnya. Lalu kelas 8C, namanya Erik. Dia anak yang memiliki gaya rambut mohawk. Sebelumnya dia bukan ketua kelas. Kekuatanya tidak sebesar ambisinya. Dia suka menantang siapa saja termasuk pemimpin tertinggi. Tetapi dia dihajar sampai babak belur. Lalu dia memohon dijadikan pengikut dan dia diberi kelas 8C, kelas mereka. Sekarang kelas 9A, namanya Indra. Dia anak yang sedang membaca. Dia selalu mempelajari kekuatan dan tekhnik - tekhnik bertarung. Karena itu dia menjadi kuat. Lalu 9B, namanya Anton. Dia anak yang terlihat sedang melamun. Dia sebenarnya anak yang ambisius dan pemikir, mungkin karena itulah dia selalu terlihat melamun. Dulunya dia berencana menguasai sekolah itu. Tetapi langkahnya terhenti saat anak yang sekarang menjadi pemimpin tertinggi itu datang. 9C, namanya Arman. Dia anak yang tubuhnya tinggi besar. Jelas itulah yang mampu membuatnya jadi ketua kelas. Terakhir, pemimpin tertinggi. Anak kelas 8C, tidak tahu dia datang dari mana dan dia berhasil mengalahkan semua ketua kelas kecuali ketua kelas 8A. Dia hanya pernah kalah satu kali,karena itu dia dinobatkan sebagai penguasa di sekolahnya." Mereka berhasil mendekat sejauh beberapa meter. Tetapi tiba - tiba mereka mendapat serangan yang banyak sekali. Semua musuh seperti terkonsentrasi hanya pada mereka sementara yang bertugas membuka jalan sudah jatuh semua. Ari dengan secepat mungkin memutar leher - leher lawan. Daffa, pukulanya diperkuat sampai tanganya berdarah, Rio, dia menendangi selangkangan musuh. Annas, dia bertarung dengan membabi - buta sehingga mereka tidak berani mendekatinya, tetapi mereka terdorong oleh teman - teman dibelakang mereka sehinga mereka terpaksa maju dan menerima seranganya. Dan Dhanes, dia menangkapi kepala lawan - lawanya dan saling membenturkanya. Sepak terjang mereka membuat lawan - lawan mereka cepat habis. Dan posisi mereka sekarang saling membelakangi. Betapa terkejutnya mereka mendapati bahwa mereka hanya tinggal berlima. "Sekarang tahulah kenapa serangan mereka terkonsenterasi pada kita." ujar Daffa. "Kupikir mereka tahu rencana kita." ujar Ari lega. "Ya tetapi semuanya sudah tumbang." kata Annas. "Tetapi merekapun hanya tersisa sepuluh." tunjuk Rio pada pemimpin - pemimpin musuh. "Tetapi mereka terlihat lebih kuat dari kita dan mereka sejak tadi hanya duduk, sementara kita sudah terluka. Kita tidak boleh meremehkan mereka." Benar saja mereka bersepuluh memang terlihat sangat kuat. Seperti yang diceritakan Annas, ada anak yang sangat gemuk, ada yang tinggi besar, ada yang berdandan seperti preman dengan rambut bermodel mohawk, ada yang memakai jaket, kepalanya tertutup hood, sementara tanganya berada di saku jaketnya. Ada yang tidur, ada anak yang berkacamata sambil membaca komik, ada yang memakan permen lolipop, mendengarkan musik, anak yang melamun dan yang terakhir anak berwajah sadis, dialah sang pemimpin. Entah mengapa saat melihat si pemimpin perasaan mereka menjadi tidak enak, seperti ada sesuatu yang meronta di perut mereka. Lalu si pemimpin bertepuk tangan "Wel, kalian hebat sekali." dia tersenyum sadis. "Tetapi waktu kalian sudah selesai. Maju!" Dan mereka semua menyerang serempak kecuali pemimpin mereka yang hanya berjalan santai. Annas menghadapi Erik dan Edgar. Dia beruntung karena mereka berdua tidak bisa bekerja sama. "Kau serang dia dari belakang!" perintah Erik. Tapi anak yang disuruhnya tidak memperdulikanya. "Hey kau dengar tidak?" sementara anak itu sedang berteriak - teriak, Annas memukulnya dengan sekuat tenaga. Dia terjatuh, tetapi segera bangun lagi. Meski begitu Edgar sangatlah berbahaya, Annas bertahan mati - matian. Rio, dia melawan Kiki dan Momo. Dia tidak tega untuk memukul anak yang memakan lolipop itu karena wajahnya yang sangat imut. Tetapi anak itu memukulnya dengan sangat kuat. Dia terjatuh mulutnya berdarah. Dia meludahkan darah dimulutnya. Sekarang ia diliputi kemarahan dan tidak ragu untuk menyerang lawanya. Sementara lawanya yang satu lagi tidur sambil berdiri. Dhanes, dia melawan Boni dan Anton. Boni seperti kebal terhadap serangan. Dia harus menyerangnya dengan sangat kuat barulah terasa efeknya tetapi dengan begitu ia cepat kehabisan tenaga sementara lawanya yang satu lagi sangatlah kuat. Ari, dia melawan Misteryo dan Indra. Dia dihajar oleh lawan - lawanya karena mereka sangatlah kuat. Sementara Daffa, dia melawan si pemimpin dan Arman. Mereka benar - benar kewalahan, bahkan Daffa sekalipun berkali - kali jatuh. Pukulan - pukulan yang diterimanya sangatlah kuat, apalagi dia sudah kelelahan. Rio benar kesulitan menghadapi lawan - lawanya. Mereka tidak terlihat berbahaya tapi sebenarnya sangat kuat. Cukup sekali mendapat serangan malas - malasan dari Momo dan bibirnya berdarah, jadi saat ini dia sangat berhati - hati menghindari serangan. Tetapi kiki tidak berhenti menyerangnya sehingga dia harus berusaha lebih. Tetapi karena itulah dia mendapat kesempatan untuk merebut lolipop yang sedang dimakan oleh anak itu. Kemudian dia berpura - pura akan memakanya lalu mebantingnya ketanah dan menginjaknya. Ekspresi anak itu seketika berubah dari imut menjadi mengerikan. Seranganya juga berubah menjadi membabi - buta. Tetapi gerakanya malah menjadi mudah dibaca dan Rio berhasil memdapat celah untuk menyerang anak itu. Dia berhasil menendang wajah anak itu dan tanpa berhenti dia segera menaikan satu lagi kakinya ke bahu anak itu dan menaikinya. Dia lalu mengarahkan anak itu ke Momo sehingga pukulan yang seharusnya mengenainya malah mengenai anak yang ia tunggangi. Ekspresi anak itu seperti kebingungan. Lalu dengan satu pukulan darinya anak itu roboh. Pada saat roboh itulah dia memposisikan kedua lututnya pada dada anak itu sehingga anak itu tidak bangun lagi, satu musuh tumbang. Sementara Ari, dia begitu seringnya jatuh sampai seluruh pakaianya berdebu. Sampai akhirnya dia terkena pukulan dari Mysterio dengan sangat keras dan terjatuh. Dia hampir tidak bisa bangkit lagi. Saat Indra akan menyerangnya ketika dia masih ditanah, dia segera bangun sekuat tenaga sambil mengangkat dagu anak itu sekuat mungkin. Anak lain yang mendapat serangan seperti itu pasti langsung berguling kesakitan tapi tidak denganya, dia hanya berteriak sekali dan sudah bisa menyerang lagi meski sesekali memegang leher. Dan Annas, dia melawan musuh yang tidak terlalu sulit karena mereka seperti bermusuhan. Meski begitu salah satu lawanya sangat kuat sehingga dia tidak bisa terkonsenterasi pada satu musuh. Melihat semua itu Dhanes membuat rencana untuk bekerja sama dengan teman - temanya. Tetapi keadaanya sangat tidak memungkinkan. Jadi dia sedikit demi sedikit mendekat ke Daffa. Dan dia berhasil cukup dekat. Saat Daffa akan memukul Arman Dhanes segera berbalik dan ikut memukul dengan sekuat tenaga. Dan berhasil, satu lagi musuh tumbang. Melihat serangan itu Daffa mengerti bahwa mereka harus bekerja sama. Dia segera membantu Ari. Dia pergi kebelakang Indra lalu dia memberi isyarat pada Ari untuk menyerang lalu ia memukul punggung anak itu. Anak itu sangat terkejut, tetapi belum habis keterkejutanya Ari memukul wajahnya sampai kacamatanya pecah, dia mendapat dua serangan dalam waktu hampir bersamaan. Dia roboh dan tidak bangun lagi. Ari mengerti bahwa mereka harus bekerja sama. Dia pergi membantu Annas. Dia pergi ke belakang Erik lalu menepuk bahunya. Saat anak itu berbalik dia segera melakukan serangan upercut. Lalu Annas menyerangnya dengan serangan suplex. Anak itu tidak bangun lagi."Bantu Rio akan ku urus dia!" Perintah Ari sambil menunjuk Edgar. Annas segera pergi membantu Rio. Setelah mereka dekat, mereka segera melakukan serangan gabungan. Tetapi kedua tangan mereka ditangkap dan dicengkram oleh Momo dengan sangat kuat. Melihat itu Dhanes meninggalkan musuhnya yaitu si pemimpin dan membatu Rio dan Annas. Boni yang sejak tadi diam saja melihat teman - temanya roboh sekarang mengejar Dhanes. Tetapi dia dihadang oleh Ari. Dia mencoba menaiki anak itu dan memutar kepalanya tetapi anak gemuk itu melemparnya. Sekarang Daffa yang menghadangnya. Sementara itu Dhanes segera melayangkan pukulan kepada Momo sehingga cengkramanya lepas. Saat itulah Annas dan Rio melakukan tendangan kearahnya secara bersamaan. Tak selesai sampai disitu Ari yang sudah bangkit ikut menyerangnya. "Rio, tendangan berputar!" teriaknya. Mereka melakukan tendangan berputar dengan kaki saling menyilang di dada anak itu sehingga diapun roboh. Daffa sangat kewalahan menghadapi lima musuh sekaligus. Melihat teman - temanya sudah selesai, dia mundur. Kini mereka saling berhadapan. "Posisi kita lima lawan lima. Kita bisa melawan mereka satu lawan satu sekarang." kata Rio. "Jangan! Kita harus bekerja sama!" perintah Dhanes. "Jadi kita urus yang mana dahulu?" tanya Annas. "Yang paling banyak menguras tenaga." ucap Daffa. "Baiklah!" merekapun menyerang anak Boni secara bergantian. Tetapi hanya serangan Daffa yang berpengaruh padanya. Sementara lawan yang lain mulai menyerang. "Aku punya ide. Rio ikuti isyaratku, Dhanes ikuti isyarat dari Rio, Annas kau cari batu lompatan, Daffa kau hadang yang akan meggangu rencanaku!" perintah Ari, tetapi sepertinya teman - temanya tidak ada yang mengerti. Dia lalu bersujud dibelakang anak yang gemuk. Rio mulai mengerti rencananya. Dia segera mulai berteriak - teriak dan bergerak - gerak aneh untuk menggiring Boni itu mundur. Yang lain mulai mengerti dan mulai menjalankan tugasnya. "Sisakan yang sedang melamun!" teriak Annas pada Daffa. Sementara itu Boni terus mundur dan akhirnya dia tersandung Ari yang sedang bersujud dibelakangnya. Dia jatuh karena saat tubuhnya mulai miring Ari bangun dan mengangkat kakinya. Daffa sekarang sedang menghadapi tiga orang. Pada saat yang bersamaan Annas menyeret anak yang bertarung sambil melamun dan memukulkan lututnya pada anak itu sehingga anak itu berlutut. Dhanes yang sudah siap segera berlari. Melihat Boni akan bangun, Ari segera menginjak wajahnya. Dhanes lalu melompat dan menggunakan Momo yang sedang berlutut sebagai tumpuan sehingga lompatanya lebih tinggi. Lalu dia mendarat pada anak Boni dengan posisi siku mendarat di dadanya itu sehingga dia pingsan. Lalu mereka berlima melompat secara bersama dan memukul anak yang tadi digunakan sebagai tumpuan oleh Dhanes. Dua musuh kalah. Sekarang mereka maju. Dhanes dan Annas meghadapi si pemimpin. Ari dan Rio menghadapi gs dan nk menghadapi Mysterio. Rio berhasil menaiki anak itu, lalu dia mukul bagian telinga anak itu sehingga anak itu kehilangan keseimbangan dan Ari menendang perutnya. Lalu Rio memiringkan tubuh ke samping sehingga anak itu roboh, Ari segera menangkap kepala anak itu dan di putar. Setelah itu Ari segera membantu Daffa dan Rio membantu Dhanes dan Annas. Meski dilawan oleh tiga orang, si pemimpin adalah anak yang sangat kuat dan Mysterio lebih kuat. Ari lalu melompat dan menendangkan kedua kakinya pada anak. itu sehingga dia mundur setelah itu Daffa memukulnya dengan sekuat tenaga sampai Ari mendengar tulang jarinya yang bergeser. Anak itu roboh, Ari yang sudah bangun segera melompat dan mendaratkan sikunya ke anak itu. Dia segera berguling ke samping sehingga Daffa bisa melakukanya juga, lalu Daffa segera berguling supaya Ari dapat melakukanya lagi, mereka melakukanya terus sampai akhirnya anak itu pingsan. Saat itu Annas sudah roboh dipukul oleh si pemimpin, tubuhnya di injak supaya ia tidak bisa bangun. Rio sudah ada di bahunya sambil terus memukulinya tetapi dia seperti tidak merasakanya. Melihat Ari dan Daffa mendekat, dia segera memegang tubuh Rio dan melemparkanya kepada mereka. Daffa segera menunduk sementara Ari yang tidak siap terkena lemparan tubuh Rio. Daffa segera maju dan memukul dengan tangan kirinya karena tangan kananya sudah tidak memungkinkan lagi untuk menyerang. Tetapi seranganya kurang kuat sehingga si pemimpin menendang roboh dirinya. Lalu dia kembali berkonsenterasi kepada Dhanes. Dhanes segera berlari menabrak mundur dia sehingga Annas bisa bebas. Saat yang lain akan menyerang, Dhanes menahan mereka. "Biar aku yang mengurusnya. Kalian beristirahatlah!" Rio akan membantah tetapi Ari memberinya isyarat untuk diam. Kemudian pertarungan terjadi antara Dhanes dan si pemimpin. "Asal kau tahu saja, akulah yang akan menang disini." ujar Dhanes. "Kenapa kau bisa berfikir seperti itu?" "Karena aku marah dan kau sama sekali tidak memiliki perasaan. Aku lebih kuat darimu." "Kita lihat saja!" tiba - tiba Momo, Edgar, Mysterio dan Anton bangun dari pingsan. Melihat itu Daffa segera memperbaiki posisi tulang jarinya tanpa berteriak.  Yang lain hanya bisa takjub melihatnya. 'Pasti sakit' pikir Ari melihat urat - urat di pelipis Daffa. Lalu Kiki segera maju ke arah Rio, Edgar maju ke arah Annas, Anton maju ke arah Daffa, Mysterio ke arah Ari dan si pemimpin ke arah Dhanes. Pertarungan kembali terjadi dengan hebatnya. Diantara si pemimpin dan Dhanes, Dhaneslah yang mendominasi pertarungan. Si pemimpin sudah jatuh dua kali sementara Dhanes sama sekali belum terjatuh. Sekarang Dhanes menyerangnya tanpa henti. Lalu Daffa, dia mendapat lawan yang terlalu mudah untuknya. Dia menghajar lawanya habis - habisan. Hal yang berlawanan terjadi pada Ari, lawanya terlalu kuat untuknya. "Kenapa kau memilihku? Padahal aku adalah yang terlemah diantara kami. Kau seharusnya memilih dia sebagai lawanmu. Dia yang terkuat" ucap Ari pada anak itu sambil menunjuk Daffa. "Sejak awal aku memang sudah mengincarmu sebagai lawanku. Kurasa hanya kau yang bisa mengalahkanku." untuk pertama kalinya anak itu mengeluarkan suara. "Kurasa kau salah." kembali Ari dihajar oleh anak itu. Sementara itu Annas melawan Edgar. Hanya mereka yang terlihat seimbang. Lalu pertarungan antara Rio dan Momo sangat aneh karena Momo sangat pasif dan Rio begitu lincah. Rio terlihat seperti menghajar Momo padahal tidak. Daffa berhasil memukul pingsan Anton sementara Annas setelah berkali - kali menyerang Edgar di kepala akhirnya Edgar tumbang ditanganya. Annas segera melompat dam mendaratkan sikunya di leher anak itu. Edgar tidak bangun lagi. Dan Rio, setelah berkali - kali dijatuhkan dia berhasil naik ke tubuh Momo lalu di menjepit leher Momo dengan kedua kakinya lalu dia memutar tubuhnya ke depan sehingga Momo terlempar. Kemudian dia menjepit leher Momo dengan lenganya sampai pingsan. Sementara itu Ari menghentikan pertarungan dan berkata "Aku ingin kau berjanji tidak akan menyalahkanku atas apa yang akan menimpa dirimu. Kau sudah memilihku sebagai lawanmu." "Aku bertanggungjawab atas diriku sendiri." "Baiklah." sekarang ekspresi Ari berubah dari cuek menjadi lebih sadis dari pemimpin musuh. Lawanya tersenyum untuk pertama kalinya. Pertarungan mereka begitu luar biasa. Yang lain meski sudah selesai dengan lawan masing-masing, tidak berani mendekat dan hanya menonton. Setelah beberapa lama saling memukul, Ari lalu melompat dan mendorong leher lawanya sampai terjungkal ke belakang. Sebelum lawanya terjatuh dia memegang kaki lawanya dan melemparnya. Sebelum mendarat, Ari melompat di atasnya lalu memposisikan pukulanya di leher anak itu. Saat mereka mendarat, anak itu pingsan. Sementara itu Dhanes sudah mulai kelelahan. Dia memutuskan untuk mengakhiri pertarunganya secepat mungkin. Dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk serangan terakhir. Si pemimpin terjatuh. Dia berusaha bangun dengan sekuat tenaga. Tetapi di sisi lain Dhanes sudah siap menyerangnya lagi. Melihat dirinya dalam posisi bahaya, dia segera mengeluarkan senjata yang selalu disembunyikanya. Dia mengambil pisau yang tersembunyi di gespernya. Melihat itu Ari segera maju dan menarik tangan si pemimpin itu dan menekuk lutunya sehingga membentur perut si pemimpin. Lalu dengan cepat dia bergerak kebelakangya, memegang puncak kepala dan dagunya. "Kata - kata terakhir?" sebelum si pemimpin berkata apapun, Ari memutar kepalanya. Tetapi Dhanes dan Daffa menahanya. "Kau tidak boleh membunuh!" "Sudahlah dia pantas mati. Dia memiliki kelainan jiwa dan sangat berbahaya. Hey jangan ada yang merebut pisau itu. Biarkan tetap ditanganya!" teriak Ari kepada Rio dan Annaa yang berusaha untuk melepaskan pisau itu. Sekarang mereka hanya memegangi tangan si pemimpin. "Kaupun tidak berbeda denganya." ujar Daffa pada Ari. Tiba - tiba mereka mendengar suara sirine. "Alasan mengapa kita melepas seragam itu supaya tidak ada satupun diantara kita ada yang tertangkap. Sudah lepaskan dia!" perintah Dhanes. Lalu dia memukul si pemimpin. Kemudian mereka berlari bersembunyi. Si pemimpin berdiri, tetapi polisi sudah ada disana. Melihat hanya dia sendirian yang masih sadar dan dia membawa senjata, polisi segera menangkapnya. Sementara itu, Dhanes, Ari, Rio, Daffa dan Annas mengintip dari kejauhan. "Mampus dia!" Ujar Rio melihat Si pemimpin ditangkap. "Apa sih yang mereka lakukan disekolah sampai menjadi seperti itu?" tanya Rio penasaran "Mereka datang hanya untuk bermain dan merokok saja. Lalu pulangnya mereka mabuk-mabukan. Benar-benar kurang terdidik." ujar Annas. "Jangan menghakimi mereka terlalu keras. Mereka tidak mendapat pengawasan yang sama seperti kita." tegur Dhanes. "Apa maksudmu?" tanya Rio. "Baik di sekolah maupun dirumah mereka kurang terawasi." Daffa menjelaskan. "Kau tahu sendiri di sekolah kitapun anak laki-lakinya sebagian besar seperti itu, padahal sekolah kita begitu disiplin." tambah Ari "Terutama dirumah. Seandainya aku berperilaku seperti itu pasti aku akan dihajar ayahku sampai pincang." ujar Rio. "Yah jangan membandingkan mereka denganmu! Mereka mendapat kasih sayang yang berbeda denganmu." tegur Dafa. "Untung kalian tidak sempat memegang pisaunya." Ujar Ari lega melihat si pemimpin diborgol dan dimasukan ke dalam mobil. "Memang kenapa?" tanya Annas. "Kalau mereka menemukan sidik jari kalian disana, kalian juga akan kena masalah." "Tetapi lebih untung lagi kau tidak jadi membunuhnya." ujar Dhanes pada Ari. "Tapi kau melakukan teknik itu berkali-kali. Apa tidak ada yang meninggal?" Tanya Annas pada Ari. "Tidak. Aku sudah menguasai tekhnik itu. Aku bisa hanya menyebabkan sakit di kepala, mematahkan leher tanpa membunuh, memotong aliran nafas, sampai langsung meninggal aku bisa melakukanya. "Hebat! Dimana kau belajar..." kata-kata Rio terhenti melihat para guru datang. Expresi wajah mereka bercampur antara bingung, khawatir, marah dan heran. Sebelum mereka tertawa, ada suara yang mengejutkan mereka "Kerja bagus! Kalian memang hebat!" pujinya. Dia benar-benar mirip dengan Annas. Ari mulai faham. "Kau yang mengadu domba kami." mereka kembali bersiap. "Ya." "Kalau kau mencoba menyakiti kami, kau memilih orang yang salah." ancam Rio. "Dan kau hampir saja membuatku celaka dengan memplagiat wajahku. Kau akan membayarnya." tambah Annas. "Aku ada lebih dulu dibandinkan dirimu. Jadi..." "Apa maumu?" bentak Ari memotong jawabanya. "Hanya ingin memperhatikan kalian." "Kau sudah melihat cara bertarung kami kan? Kalau kau ingin macam-macam kau akan menghadapi Ari!" ancam Rio yang mendapat delikan marah dari Ari. "Yang kuperhatikan bukan cara kalian bertarung, tetapi cara kalian menangani masalah. Meskipun bakat bertarung mungkin akan berguna di masa depan. Tetapi yang terpenting adalah bakat kalian untuk bersatu dan mempersatukan. Meski tujuan kalian berbeda-beda, Dhanes yang ingin membela sekolahnya, Daffa yang ingin melindungi teman-temanya, Rio yang ingin bersenang-senang, Annas yang ingin melampiaskan amarah dan Ari yang mencari sasaran untuk latihan. Meski begitu kalian berjuang seakan satu tujuan. Dibandingkan dengan ini, kalian akan menghadapi masalah yang jauh lebih besar. Terus pupuk persatuaan diantara kalian! Kita tidak tahu kapan saat membutuhkanya." "Dengar baik-baik! Kalau kau mencari anak baik untuk menjadi bonekamu, kau salah orang. Mereka mungkin anak-anak baik, tetapi tidak denganku." jelas Ari. "Tentu tidak, aku mencari anak yang mampu mengambil keputusan sulit, bukan anak naif yang tidak tega melakukan apapun. "Siapa kau?" tanya Dhanes. "Anggap saja aku penguji kalian." orang itu berlalu meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar